Enjoy cooking
Browse through over
650,000 tasty recipes.
Home » » Langkah Tegar Sang Tuna Daksa

Langkah Tegar Sang Tuna Daksa


Keterbatasan tak menyurutkan semangat Andika Arisman (27) mencari penghasilan halal. Bermodal sepeda motor yang dimodif jadi beroda tiga, Andika melakoni pekerjaan sebagai driver ojek online.
Kisahnya yang inspiratif membuatnya dikenal banyak orang. Bahkan tak sedikit yang mengaku sebagai keluarganya. Namun siapa sangka di balik semua itu, Andika mengalami kehidupan pahit sewaktu kecil. Saat masih berusia lima tahun, Andika yang menyandang tuna daksa kinetik dibuang keluarga di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.

"Sebesar ini di usia sudah dewasa, ditiup angin saja saya bisa jatuh. Dulu saya berpikir, keluarga malu miliki anak seperti saya. Tapi sekarang saya berpikir positif saja. Pasti keluarga bersikap begitu, membuang saya karena ada alasan. Mungkin supaya saya kelak tidak tergantung pada orang lain, saya harus mandiri," kata Andika saat berbincang dengna merdeka.com baru-baru ini.

Andika kini hidup bersama istrinya, Mira (23) di sebuah rumah kontrakan yang dia sewa Rp 500 ribu per bulan di Jalan Mamoa 5B, Kecamatan Tamalate, Makassar. Istrinya berasal dari Bima, NTB dan masih berstatus mahasiswi Jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar. Jika tidak ada aral, Mira akan diwisuda Sabtu (17/3).

Kisah inspiratif driver ojek online asal Solo ini meluas setelah ramai di media sosial. Curhatannya kerap mendapat penolakan calon penumpang membuat iba banyak orang.
"Sudah ada belasan orang menelpon dan kirim SMS atau WA mengaku ibu atau kakak saya. Tapi mereka sebut nama lengkap saya, Andika. Padahal yang saya tahu, keluarga saya tidak pernah panggil saya nama itu, ada nama lain yang mereka suka sebut. Jadi saya ragu kalau mereka keluarga saya. Saya rindu keluarga tapi sudahlah, kalau Tuhan mau, nanti akan dipertemukan juga," tutur Andika seraya mengaku sudah tidak ingat nama dan wajah orang tua serta kakak-kakaknya.
Kata Andika, yang dia ingat adalah namanya sendiri, daerah asalnya Solo dan tanggal lahirnya, tanggal 1, bulan 1, tahun 1991.
Dia berkisah, suatu hari diajak pergi keluar rumah setelah kakaknya itu terima telepon. Andika tidak tahu bagaimana caranya hingga akhirnya dia berada di tempat keramaian. Rupanya itu Bandara Sultan Hasanuddin. Kakaknya minta Andika duduk menunggu karena sang kakak mau beli air minum. Berjam-jam saudaranya tersebut tidak muncul.

Ada petugas bandara yang mendekat bertanya ke Andika lalu petugas itu menyampaikan lewat pengeras suara dari ruang informasi. Tetapi hingga sore hari, tak seorang pun yang datang menjemput Andika. Akhirnya petugas bandara itu membawa Andika ke rumahnya, mengangkatnya sebagai anak dan disekolahkan di SD Mangasa.

"Saat duduk di kelas V SD, bapak angkat saya meninggal dunia. Keluarga bapak angkat kemudian mengusir saya karena dianggap pembawa sial. Saya lalu keluar dari rumah itu, bawa baju sekolah dan baju sehari-hari. Naik pete-pete (angkot) minta ke sopir diturunkan di tempat ramai. Saya akhirnya diturunkan di Pantai Losari yang kala itu masih leluasa pengemis cari uang," tutur Andika.
Dia kemudian ikut mengemis untuk untuk menyambung hidup. Selain di Pantai Losari, dia juga sering berada di kawasan wisata Benteng Rotterdam dan gedung kesenian di Jalan Ahmad Yani. Tidurnya di mana saja, di halte hingga emperan toko. Meski hidup tidak jelas, Andika tetap sekolah. Akhirnya dia bisa selesai di SD Mangasa dari kucuran keringatnya sendiri dalam kondisi hidup yang sangat perih di usia yang masih sangat belia.

Saat tabungan cukup, Andika kemudian membeli gitar. Dia mau ngamen seperti yang lain karena dia tidak ingin sekadar ngemis untul cari uang. Tekun belajar dari teman-teman pengamen hingga akhirnya dia juga pandai main gitar. Penghasilan dalam semalam bisa sampai Rp 150 ribu. Lagu favoritnya adalah Ibu ciptaan Iwan Fals.

Suatu hari di Pantai Losari, seorang pengunjung prihatin dengan Andika. Andika kemudian dibawa ke rumah dan dijadikan anak angkat. Bahkan akan disekolahkan ke SMP tetapi Andika menolak.
"Saya menolak karena bapak angkat saya hanya seorang sekuriti dan punya keluarga yang juga harus dihidupi. Diangkat saja saya sebagai anak, saya sudah bersyukur," tutur Andika.

Kegiatan mengamen pun terus berlanjut. Kalau malam hari dirasa pintu pagar rumah sudah tutup, Andika memilih tidak pulang. Dia tidak ingin mengganggu keluarganya yang sudah lelap.
Dia juga pernah keliling berjualan obat herbal. Namun bukannya untung, Andika malah merugi. Terlebih sudah 30 pasang sepatunya rusak selama berkeliling.

Hingga suatu hari dia bertemu Mira yang kini telah menjadi istrinya. Dia diperkenalkan oleh teman. Mira merasa cocok dan bersedia dilamar. Mereka berdua kemudian ke Bima. Orang tua Mira menerima lamaran Andika untuk Mira anaknya karena melihat kesungguhan Andika yang cacat, pantang menyerah naik tangga kapal dengan merangkak. Keduanya menikah tahun 2016.

"Karena mengamen sudah tidak leluasa seperti dulu, saya kemudian mendaftar untuk jadi driver ojek online, Desember 2017 lalu tempat mengamen sekarang sudah dibatasi, penghasilan jadi menurun," kata Andika seraya menambahkan, penghasilan kini Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu.
Ironisnya karena dalam perjalanannya banyak calon penumpang yang menolak gunakan jasanya setelah tahu ternyata Andika cacat.

"Dalam sehari empat sampai tujuh orderan jadinya. Tidak pernah mencapai bonus dari 12 trip karena selalu ditolak. Tapi saya tidak menyerah, saya harus tetap kerja. Saya harus mandiri. karena sebagai kepala keluarga saya malu masih disubsidi mertua untuk bayar kos-kosan," tutup Andika.
Artikel Asli
SHARE

About Admin Aksi Kota Bogor